Metode Buzz Group disertai Media Lidi Sebagai Upaya Meningkatkan Hasil
Belajar Matematika Siswa Kelas IIB Pokok Bahasan Perkalian pada bilangan cacah
di MIN Yehsumbul Tahun Pelajaran 2012-2013
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang Masalah
Pendidikan merupakan suatu cara pembentukan kemampuan manusia untuk
menggunakan akal fikiran/rasional mereka sebagai jawaban dalam menghadapi
berbagai masalah yang timbul dimasa yang akan datang. Pendidikan juga merupakan
usaha sadar yang sengaja dirancang untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Salah satu tujuan pendidikan yaitu untuk meningkatkan kualitas sumber daya
manusia. Melalui pendidikan yang baik, kita akan mudah mengikuti perkembangan
jaman dimasa yang akan datang, khususnya perkembangan dalam bidang Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK).
Usaha yang dilakukan pemerintah dalam meningkatkan mutu pendidikan di
Indonesia, khususnya pendidikan matematika di sekolah sudah banyak dilakukan. Salah satunya dengan perubahan kurikulum
serta melalui kelengkapan sarana dan prasarana pendidikan. Namun, sampai saat
ini mutu pendidikan di Indonesia masih belum mendapatkan hasil yang memuaskan,
baik ditinjau dari proses pembelajarannya maupun hasil belajar siswanya.
Namun demikian matematika
dianggap sebagai pelajaran yang sangat sulit dipahami karena selalu berkaitan
dengan angka rumus. Hal tersebut menjadi penyebab rendahnya hasil belajar
matematika. Pernyataan tersebut didukung dari kenyataan yang ada dilapangan
yang menunjukkan bahwa hasil belajar matematika di MIN Yehsumbul tergolong
rendah bila dibandingkan dengan mata pelajaran yang lainnya.
Berdasarkan hasil observasi, rendahnya nilai hasil belajar siswa di MIN
Yehsumbul disebabkan oleh beberapa faktor antara lain; metode pembelajaran yang
diterapkan di sekolah masih bersifat konvensional dan penggunaan alat peraga/media jarang sekali digunakan, sehingga pemahaman terhadap konsep matematika sulit dicerna. Siswa kurang
dilibatkan dalam proses pembelajaran dan cenderung pasif, terbukti dalam
kegiatan belajar siswa selalu diam saja ketika mendapatkan kesulitan dalam
belajar, siswa selalu menunggu guru untuk diberikan contoh-contoh soal dan cara
pengerjaannya yang benar tanpa mencoba berpikir untuk menggali dan membangun
idenya sendiri, siswa tidak pernah mengajukan pertanyaan yang dianggap kurang
dimengerti dan siswa tidak berani menjawab pertanyaan serta mempresentasikan
jawaban di depan kelas. Karena
itu metode ini lebih baik jika diubah dengan metode yang melibatkan siswa secara aktif dalam proses belajar
mengajar yang produktif.
Menurut informasi yang diberikan oleh guru di MIN Yehsumbul
khususnya kelas IIB, terdapat
permasalahan yang dihadapi oleh siswa yaitu kurangnya kemampuan siswa dalam
memecahkan masalah matematika pada perkalian bilangan cacah. Terlihat dalam mengerjakan soal, siswa tidak mengerti apa yang harus dilakukan
untuk menghitung perkalian dengan cara yang lebih mudah, tidak bisa merencanakan bagaimana cara
menyelesaikan (menemukan pola atau rumus matematika), menyelesaikan rencana (mengerjakan jawaban), dan memeriksa
kembali jawaban yang telah diperoleh. Pernyataan tersebut didukung pula pada hasil nilai ulangan harian siswa pada perkalian
pada bilangan cacah, yaitu dari
24 siswa, hanya 11 siswa tuntas belajar (sesuai SKM yaitu ≥ 60), sedangkan 13 siswa tidak tuntas belajar. Jadi prosentase ketuntasan belajar siswa di
kelas IIB yaitu siswa yang
tuntas belajar sekitar 45,83%
dan yang tidak tuntas belajar sekitar 54,17 %. Untuk lebih jelasnya
dapat dilihat pada table di bawah ini:
Table
1.1 nilai ulangan awal observasi
Siswa
|
Nilai
|
Jumlah
siswa
|
Persentase
|
Siswa yang
tuntas belajar
|
≥ 60
|
11
|
45,83 %
|
Siswa yang
tidak tuntas belajar
|
˂ 60
|
13
|
54,17 %
|
Jumlah
|
24
|
100
|
Alasan pemilihan pembelajaran
menggunakan metode Buzz Group
dengan media gambar dimaksudkan untuk membandingkan interpretasi dan informasi
pengetahuan yang diperoleh masing-masing siswa, agar dapat saling aktif dalam
memperbaiki pengertian, persepsi, informasi, dan intresprestasi, sehingga dapat
menghindarkan kekeliruan dan miskonsepsi dalam menerima materi pelajaran.
Sedangkan guru lebih berperan sebagai organisator, sehingga dalam pembelajaran
ini memungkinkan para siswa semakin aktif dan interaktif.
Dalam proses belajar mengajar kehadiran media mempunyai arti yang sangat
penting karena media dapat membangkitkan keinginan dan minat yang baru,
membangkitkan motivasi dan rangsangan kegiatan belajar dan bahkan membawa
pengaruh-pengaruh psikologi terhadap siswa. Oleh karena itu, diperlukan media atau alat peraga agar
siswa dapat menguasai konsep perkalian pada bilangan cacah. Media lidi
merupakan media sederhana yang mudah didapat, mudah dibawa dan tersedia
disekitar siswa. Dengan menggunakan media lidi siswa akan lebih mudah memhami
konsep perkalian pada bilangan cacah.
Berdasarkan penelitian diatas, maka penelitian ini diberi judul “Metode Buzz Group disertai Media Lidi Sebagai Upaya Meningkatkan
Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas IIB Pokok Bahasan Perkalian pada bilangan
cacah di MIN Yehsumbul Tahun Pelajaran 2012-2013”.
1.2 Rumusan Masalah
1.
Apakah
penggunaan metode Buzz group dengan media lidi dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas IIB pokok bahasan perkalian pada
bilangan cacah di MIN Yehsumbul tahun
pelajaran 2012-2013?
1.3 Tujuan Penelitian
1.
Untuk meningkatan hasil belajar mata
pelajaran matematika pada
siswa kelas IIB di MIN
Yehsumbul pokok bahasan
perkalia pada bilangan cacah menggunakan metode Buzz Group disertai media lidi.
.
1.4
Manfaat
Penelitian
Adapun manfaat
dari Penelitian Tindakan Kelas ini adalah sebagai berikut :
a.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan maka dapat
memberikan pengalaman baru bagi penulis, serta dapat meningkatkan pengetahuan
dalam mengatasi masalah pembelajaran khususnya Matematika, sehingga pengalaman
ini dapat didesain sedemikian rupa sehingga dapat diterapkan pada Mata
Pelajaran lain.
b.
Bagi Kepala Sekolah dan Guru, dapat dijadikan media
motivasi untuk dapat dilaksanakan di sekolah di tempat bekerja yaitu di MIN
Yehsumbul, dalam rangka meningkatkan kualitas pembelajaran.
c.
Bagi siswa, dapat memberikan kesan bahwa belajar matematika
itu mudah dan menyenangkan serta dapat memberikan wawasan materi pembelajaran.
Bagi pembaca, dapat dijadikan rujukan atau bahan
pembelajaran dalam upaya melaksanakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK).
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Pembelajaran Matematika
Pembelajaran mempunyai
kata dasar belajar yang mempunyai arti belajar merupakan suatu proses yang
ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Perubahan sebagai hasil
dari proses belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk, seperti perubahan
pengetahuan, pemahaman, tingkah laku, keterampilan, kebiasaan serta perubahan
aspek-aspek yang ada pada diri individu yang sedang belajar (Masrinawatie, 2007:18).
Menurut Gagne, belajar didefinisikan sebagai suatu proses dimana suatu
organisme berubah perilakunya akibat suatu pengalaman (dalam Setyawan, 2009:1).
Pembelajaran adalah proses yang diselenggarakan oleh guru untuk membelajarkan
siswa dalam belajar, bagaimana belajar memperoleh dan memproses pengetahuan,
keterampilan dan sikap (Dimyati dan Mudjiono, 2002:157). Dari beberapa pendapat
di atas maka dapat diambil kesimpulan bahwa pembelajaran harus berpusat pada
kegiatan siswa belajar dan bukan berpusat pada kegiatan guru mengajar.
Matematika adalah pengetahuan
atau ilmu mengenai logika dan problem-problem numerik. Selajutnya juga
dikatakan bahwa matematika merupakan bahan kajian yang memiliki objek abstrak
dan dibangun melalui proses penalaran deduktif, yaitu kebenaran suatu konsep
diperoleh sebagai akibat logis dari kebenaran sebelumnya sudah ditrima,
sehingga keterkaitan antar konsep dalam matematika bersifat sangat kuat dan
jelas (Depdiknas, 2003).
Pembelajaran matematika yaitu
proses yang disengaja dirancang dengan tujuan untuk menciptakan suasana
lingkungan (kelas/sekolah) yang memungkinkan kegiatan siswa belajar matematika
di sekolah (Hawa, 2007:38). Berdasarkan penjelasan di atas dapat dikatakan
bahwa pembelajaran matematika merupakan suatu kegiatan interaksi antara guru
dan siswa dalam mentransfer ilmu dan pengetahuan mengenai logika dan problem
numerik yang memiliki objek abstrak dan dibangun sebagai akibat logis dari
kebenaran sebelumnya.
Adapun
tujuan pelajaran matematika di Sekolah
Dasar atau Madrasah Ibtidiyah agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai
berikut :
1.
Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan
antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat,
efisien dan tepat dalam pemecahan masalah.
2.
Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan
manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau
menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.
3.
Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami
masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi
yang diperoleh.
4.
Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram
atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.
5.
Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam
kehidupan, yaitu memliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam
mempelajaro matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan
masalah (Depdiknas, 2006).
Dalam pembelajaran matematika
umumnya pendekatan yang digunakan lebih bersifat konseptual, artinya guru lebih
menekankan konsep-konsep dalam matematika. Sedangkan strategi, teknik, metode dan media lebih bersifat operasional. Pembelajaran matematika tidak terlepas
dari kegiatan atau aktifitas belajar siswa. Melalui aktifitas tersebut di
harapkan dapat meningkatkan pengalaman dan hasil belajar siswa sehingga proses
pembelajaran akan lebih bermakna.
Paradigma pembelajaran saat
ini telah berkembang dari pembelajaran yang berpusat pada guru ke pembelajaran
yang berpusat pada siswa, termasuk pembelajaran matematika. Pelaksanaan
pembelajaran harus dilaksanakan dengan sebuah pendekatan yang tepat. Untuk
mendukung proses pembelajaran yang sesuai dengan perubahan paradigma baru
tersebut, dibutuhkan pengembangan pembelajaran dengan sebuah pendekatan yang
berfokus pada kegiatan siswa. Penggunan metode Buzz Group merupakan salah satu
alternatif untuk membantu siswa menyelesaikan soal matematika yang berkaitan
dengan perkalian bilangan cacah. .
.
2.2
Srtategi
Belajar Mengajar
Secara umum strategi mempunyai
pengertian suatu garis-garis besar haluan untuk bertindak dalam usaha mencapai
sasaran yang telah ditentukan. Dihubungkan dengan belajar mengajar, strategi
bisa diartikan sebagai pola-pola umum kegiatan guru dan anak didik dalam
mewujudkan kegiatan belajar mengajar untuk mencapai tujuan yang telah
digariskan.
Menurut Newman dan Logan,
dalam bukunya yang berjudul Strategy Policy and Central Management(1971
: 8), strategi dasar dari setiap usaha akan mencakup keempat hal sbb :
a. Mengidentifikasi dan menetapkan spesifikasi dan kualifikasi
hasil seperti apa yang harus dicapai dan menjadi sasaran usaha itu yang sesuai
dengan aspirasi dan selera masyarakat.
b. Mempertimbangkan dan memilih jalan pendekatan utama manakah
yang dipandang paling efektif guna mencapai sasaran tersebut.
c. Mempertimbangkan dan menetapkan langkah-langkah apa saja yang
akan ditempuh untuk mencapai sasaran tersebut.
d. Mempertimbangkan dan menetapkan kriteria dan patokan ukuran
yang harus dipergunakan untuk mengukur dan menilai taraf keberhasilan usaha
tersebut.
Melihat paparan
tersebut di atas, maka strategi belajar mengajar dapat disimpulkan sebagi suatu
proses upaya untuk melaksanakan proses pembelajaran dengan baik. Dengan
demikian tidak lepas dari peran serta guru dan siswa dalam proses belajar
mengajar. Guru harus mampu memberikan suatu metode yang cepat dan tepat
sehingga dengan cepat siswa akan menangkap hasil pembelajaran yang disampaikan.
2.3 Metode
Pembelajaran
Metode
sebagai salah satu komponen pembelajaran, menempati peran yang tidak kalah
pentingnya dari komponen lainnya dalam kegiatan belajar mengajar. Tidak ada
satupun kegiatan belajar mengajar yang tidak menggunakan metode pembelajaran.
Ini berarti guru memahami benar kedudukan metode sebagai alat motivasi
ekstrinsik dalam kegiatan belajar mengajar. Motivasi ekstrinsik menurut
Sardiman, A.M (1987) adalah motif-motif yang aktif dan berfungsi, karena adanya
perangsang dari luar. Karena itu, metode berfungsi sebagai alat perangsang dari
luar yang dapat membangkitkan motivasi belajar seseorang (Djamarah, 1996:83).
Metode mengajar merupakan suatu pengetahuan tentang
cara-cara mengajar yang dipergunakan guru dalam proses belajar mengajar
dikelas. Menurut (Sudjana, 2002:56) metode mengajar adalah cara atau petunjuk
tentang apa yang dikerjakan serta kegiatan-kegiatan guru dalam proses belajar
mengajar. Hasibuan (1995:3) mendefinisikan metode mengajar sebagai salah satu
cara pelaksanaan suatu strategi belajar dalam penyampaian materi untuk mencapai
tujuan yang diharapkan. Berdasarkan tiga
pendapat tersebut, pengertian metode pembelajaran adalah suatu cara yang
digunakan guru dalam menyampaikan materi pelajaran untuk mencapai tujuan yang diharapkan.
Salah satu tugas utama guru adalah
mengajar, maka setiap guru dituntut
untuk memiliki kompetensi mengajar yaitu memiliki pemahaman dan penerapan
berbagai metode pembelajaran. Macam-macam metode pembelajaran yang dikenal
dalam dunia pendidikan, menurut Moedjiono dan Dimyati (1992:28-29) ada beberapa
metode pembelajaran yang dapat dipilih guru dalam proses belajar mengajar antara lain :
a.
Metode
ceramah
b.
Metode
tanya jawab
c.
Metode
kerja kelompok
d.
Metode
pemberian tugas
e.
Metode
demonstrasi
f.
Metode
eksperimen
g.
Metode
simulasi
h.
Metode
penemuan
i.
Metode
pengajaran
j.
Metode
diskusi
Berdasarkan beberapa macam
metode di atas metode yang akan diterapkan dalam penelitian ini adalah metode
diskusi kelompok, yang selanjutnya dikenal dengan metode Buzz Group, karena
dapat menciptakan suasana yang menyenangkan, menghemat waktu dan memberikan
variasi kegiatan belajar.
2.4 Metode Buzz Group
Metode Buzz Group adalah suatu
jenis diskusi kelompok kecil yang beranggotakan 3-4 orang yang bertemu secara
bersama-sama membicarakan suatu topik yang sebelumnya telah dibicarakan secara
klasikal (Moejdiono dan Dimyati, 1992:54).
Berdasarkan pendapat diatas,
metode diskusi Buzz Group adalah metode pengajaran yang dilakukan pada saat
sedang atau akhir pelajaran berlangsung dengan maksud menajamkan, memperjelas
materi dan menjawab pertanyaan-pertanyaan, sehingga informasi pengetahuan dan
konsep yang disampaikan guru dapat diterima siswa dengan persepsi yang sama.
Penggunaan metode Buzz Group dimaksudkan untuk membandingkan interpretasi,
informasi pengetahuan dan konsep yang diperoleh masing-masing siswa agar dapat
saling memperbaiki komponen pengetahuan tersebutuntuk menghindarkan kekeliruan
dan miskonsepsi dalam menerima materi pelajaran.
Setiap metode pembelajaran
mempunyai keunggulan dan kekurangan, menurut Moedjiono dan Dimyati (1992)
menyatakan bahwa keunggulan dan kekurangan metode Buzz Group adalah :
a.
Keunggulan
metode diskusi Buzz Group antara lain mendorong individu yang malu-malu untuk
memberikan sumbangan pemikiran, menciptakan suasana yang menyenangkan,
menghemat waktu, memungkinkan pembagian tugas kepemimpinan, memberikan variasi kegiatan belajar,
dan dapat digunakan bersama metode lain.
b. Kekurangan metode Buzz Group adalah tidak
ada waktu persiapan yang cukup, tidak akan berhasil jika anggota kelompok
terdiri dari individu yang tidak tahu apa-apa dan mungkin diskusi akan
berputar-putar.
Dalam hal ini, guru membentuk kelompok 2 orang karena
dengan 2 orang akan lebih efektif dan meningkatkan hubungan kerjasama yang
baik.
2.4.1
Sintakmatik Model
Menurut Sudjana (2005:123),
langkah-langkah pelaksanaan metode Buzz Group adalah sebagai berikut:
1. Guru menyampaikan materi secara umum
dengan ceramah secara klasikal, kemudian menentukan masalah atau topik yang
akan didiskusikan.
2. Guru membagi kelas menjadi beberapa
kelompok kecil yang beranggotakan 2 siswa. Setiap kelompok menunjuk juru bicara (pelapor) yang merupakan wakil
dari kelompok untuk mempresentasikan hasil diskusinya. Setiap kelompok
mengerakan masalah yang sama.
3. Guru membagikan tugas kepada masing-masing
siswa sesuai dengan kelompoknya dan menjelaskan tentang tugas kelompok yang
harus dilakukan, kemudian menentukan batas waktu untuk mengerjakan tugas
kelompok.
4. Kelompok-kelompok kecil berdidskusi untuk
membahas masalah yang telah ditentukan (5-15 menit). Selama kegiatan ini, guru
mengunjungi setiap kelompok untuk mengetaui adakah kesulitan dalam memecahkan
permasalahan.
5. Apabiala waktu yang ditentukan selesai,
guru mengundang kelompok- kelompok kecil untuk berkumpul kembali dalam satu
kelas, kemudian wakil dari kelompok-kelompok kecil tersebut secara bergiliran
menyampaikan diskusinya kedepan kelas.
6. Setiap peserta didik diminta untuk
mengomentari hasil diskusi yang disampaikan oleh kelompok-kelompok kecil
tersebut.
7. Setiap kelompok kecil mengumpulkan hasil
dari diskusi.
2.4.2 Sistem
Sosial
Metode Buzz Group bersifat aktif. Sisw dituntut aktif bekerjasama
menyelesaikan soal yang diberikan oleh guru, untuk memperoleh nilai yang
terbaik. Siswa mempunyai tanggung jawab masing-masing untuk mengerjakan soal
yang diberikan. Setiap kelompok mengadakan kerjasam diharapkan dapat
meningkatkan kebersamaan. Guru hendaknya sebagai pembimbing bersikap terbuka,
ramah, dan sabar.
2.4.3 Prinsip
Reaksi
Guru menanamkan konsep terlebih dahulu pada anak, dengan menyampaikan
informasi-informasi yang sesuai dengan materi ajar. Selanjutnya guru membentuk
kelompok dan membimbing siswa dalam mengerjakan tugas. Guru menilai hasil kerja
siswa secara objektif sehingga menimbulkan kepuasan bagi siswa.
2.5 Media
Pembelajaran
Kata media merupakan
bentuk jamak dari medium. Kata itu berasal dari bahasa latin “medius” yang
artinya tengah. Dalam kamus bahasa Indonesia, kata medium artinya
antara. Secara harfiah kata media berarti perantara atau pengantar. Lebih
khusus, pengertian media dalam proses belajar mengajar cenderung diartikan
sebagai alat-alat grafis, photografis, atau elektronis untuk menangkap,
memproses, dan menyusun kembali informasi visual atau verbal (Arsyad, 2006:3)
Dalam Sadiman dkk (1996: 6) beberapa ahli dan organisasi telah memberikan batasan
mengenai pengertian media ini, yaitu antara lain:
-
AECT membatasi media sebagai segala bentuk dan
saluran yang digunakan orang untuk menyalurkan pesan/informasi.
-
Gagne (1970) mengatakan bahwa media adalah
berbagai jenis komponen dalam lingkungan siswa yang dapat merangsangnya untuk
belajar.
-
Briggs (1970) berpendapat bahwa media adalah
segala alat fisik yang dapat menyajikan pesan serta merangsang siswa untuk
belajar.
-
NEA mengatakan bahwa media adalah bentuk-bentuk
komunikasi baik tercetak mauun audiovisual serta peralatannya.
Menurut Rohani (1997:3)
media adalah segala sesuatu yang dapat diindra yang berfungsi sebagai
perantara/sarana/alat untuk memproses komunikasi (proses belajar mengajar).
Sedangkan menurut Sadiman dkk (1996: 6) media adalah perantara atau pengantar
pesan dari pengirim ke penerima pesan. Dari beberapa pendapat di atas dapat
diambil kesimpulan bahwa media adalah segala sesuatu yang dapat menyalurkan
informasi dari sumber informasi kepada penerima informasi.
Apabila media itu membawa
pesan-pesan atau informasi yang bertujuan intruksional atau mengandung
maksud-maksud pengajaran maka media itu disebut media pembelajaran (Arsyad,
2006:4). Penggunaan media dalam pembelajaran dapat membantu guru dalam
menyampaikan materi pelajaran kepada siswa sehingga siswa dapat menerima materi
tersebut dengan mudah. Ditegaskan oleh Danim (1994:7) media pendidikan
(pembelajaran) merupakan alat bantu atau pelengkap yang digunakan oleh guru
atau pendidik dalam rangka berkomunikasi dengan siswa atau peserta didik.
Dengan adanya media pembelajaran diharapkan proses belajar mengajar menjadi
lebih efisien.
Menurut Rohani (1997:4), media intruksional edukatif
(pembelajaran) adalah sarana komunikasi
dalam proses belajar mengajar yang berupa perangkat keras maupun perangkat
lunak untuk mencapai proses dan hasil intruksional secara efektif dan efisien,
serta tujuan intruksional dapat dicapai dengan mudah. Sedangkan media
pendidikan (pembelajaran) menurut Hamalik (1980:23) adalah alat, metode dan
teknik yang digunakan dalam rangka lebih mengefektifkan komunikasi dan
interaksi antara guru dengan siswa dalam proses pendidikan dan pengajaran di
sekolah. Cukup jelas bahwa media pembelajaran merupakan dasar yang sangat
diperlukan dalam proses pembelajaran dan dapat menentukan keberhasilan dalam
proses belajar mengajar.
Berdasarkan beberapa
penjelasan media pembelajaran di atas, dapat disimpulkan bahwa media
pembelajaran adalah suatu alat, bahan ataupun berbagai macam komponen yang
digunakan dalam kegiatan belajar mengajar untuk menyampaikan pesan dari pemberi
pesan (guru) kepada penerima pesan (siswa) untuk memudahkan penerima
pesan menerima suatu konsep (materi). Media pembelajaran memiliki peranan
penting dalam strategi penyampaian pengajaran untuk pencapaian hasil belajar
yang baik.
Media pendidikan ternyata sangat beragam. Dari yang sangat sederhana,
yang dipungut dari barang bekas sampai yang canggih, hasil buatan atau produksi
pabrik khusus yang mendesainalat permainan untuk anak. Menurut (Setiawan,
Denny. Dkk:2009) untuk memilih secara tepat media sederhana dari bahan-bahan
bekas . maka sebaiknya kita menggunakan pedoman berikut ini:
1)
Pilihlah media yang bisa dibuat sendiri oleh siswa atau
sekelompok siswa
2)
Kembangkan media yang berfungsi sebagai media untuk
kelompok
3)
Ciptakan media yang bisa meningkatkan konsentrasi siswa
4)
Permainan untuk siswa sekolah dasar sangat banyak variasinya.
Dari uraian tersebut diatas, maka peneliti menggunakan media lidi untuk
membantu siswa dalam menghitung perkalian bilangan cacah. Media lidi adalah salah satu alat yang sangat
sederhana untuk menghitung suatu penjumlahan atau perkalian, karena sangat
sederhananya media ini hanya biasanya digunakan untuk penjumlahan ataupun
perkalian dengan bilangan-bilangan sederhana(kecil) Media ini biasanya digunakan
oleh siswa kelas I dan II. Media ini biasanya dibuat dari bambu seperti lidi
dan dipotong dengan ukuran ukuran panjang 7 cm.
2.7 Hasil
Belajar
Belajar dan mengajar
merupakan dua konsep yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Belajar adalah
suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Suatu proses belajar mengajar dikatakan
berhasil atau tidak, dapat
dilihat dari hasil belajar yang diperoleh sesudah melakukan kegiatan belajar. Dimyati
dan Mudjiono (1994:4) menyatakan bahwa hasil belajar merupakan hasil dari suatu
interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Sedangkan menurut Sudjana
(2002:49) hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah dia
menerima pengalaman belajarnya.
Dari hasil belajar dapat diketahui ketuntasan belajar dalam pembelajaran
yang telah dilaksanakan. Adapun kriteria ketuntasan belajar siswa pada mata
pelajaran matematika disesuaikan dengan kriteria ketuntasan minimum (KKM) MIN
Yehsumbul adalah sebagai berikut:
1.
Daya serap individu, seorang siswa dikatakan tuntas
apabila telah mencapai nilai ≥ 60 % dari nilai maksimal 100.
Daya serap klasikal, suatu kelas dikatakan tuntas
apabila terdapat minimal 60% siswa telah mencapai nilai ≥ 60
BAB III
PELAKSANAAN PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Adapun kegiatan perbaikan
pembelajaran ini dilaksanakan di kelas II MIN Yehsumbul Kec. Mendoyo Kab.
Jembrana, mulai tanggal 3 Agustus sampai
dengan tanggal 15 Agustus 2011. Jadwal pelaksanaan perbaikan ini adalah sebagai
berikut :
1)
Siklus I, Tanggal 3 Agustus 2013
2)
Siklus II, Tanggal 6 Agustus 2011
Adapun karakteristik siswa kelas IIB
MIN Yehsumbul diantaranya adalah jumlah siswa 24 orang yang terdiri dari 11
orang laki-laki dan 13 orang perempuan usia siswa rata-rata 7 – 8 tahun dengan
keadaan ekonomi siswa sebagian besar tergolong ekonomi menengah kebawah dengan
pekerjaan orang tuanya kebanyakan nelayan dan petani, tempat tinggal tidak jauh
dari sekolah.
3.2
Subjek
Penelitian
Subjek dari penelitian ini adalah
siswa kelas IIB semester genap MIN Yehsumbl Tahun Pelajarn 2013/2014.
3.3
Definisi
Operasional
1.
Metode Buzz
Group
Metode Buzz Group adalah metode pengajaran yang
dilakukan pada saat sedang atau akhir pelajaran berlangsung dengan maksud
menajamkan, memperjelas materi dan menjawab pertanyaan-pertanyaan, sehingga
informasi pengetahuan dan konsep yang disampaikan guru dapat diterima siswa
dengan persepsi yang sama.
2.
Media Lidi
Media lidi adalah salah
satu alat yang sangat sederhana untuk menghitung suatu penjumlahan atau
perkalian, karena sangat sederhananya media ini hanya biasanya digunakan untuk
penjumlahan ataupun perkalian dengan bilangan-bilangan sederhana(kecil).
3.
Hasil
Belajar
Yang dimaksud dengan hasil
belajar dalam penelitian ini adalah skor yang diperoleh siswa pada mata
pelajaran matematika setelah mengerjakan soal-soal pokok bahasan perkalian
bilangan cacah.
3.4
Pendekatan
dan Jenis Penelitian
Penelitian ini
menggunakan pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Adapun ciri-ciri pendekatan
kualitatif seperti yang dikemukakan Sudjana (1989:197) adalah sebagai berikut:
1.
Menggunakan lingkungan alamiah sebagai sumber data
langsung.
2.
Bersifat deskripsi analitik karena data yang diperoleh
tidak dituangkan dalam bentuk statistik, namun dalam bentuk kata-kata atau
gambar.
3.
Lebih menekankan pada proses daripada hasil.
4.
Analisis data bersifat induktif karena penelitian ini
tidak dimulai dari deduksi teori tetapi dari lapangan yaitu fakta empiris.
5.
Mengutamakan makna.
Pedekatan kualitatif
dalam penelitian ini digunakan saat mengamati dan menganalisis kendala-kendala
yang didapatkan dalam penerapan pembelajaran berbasis masalah dengan media
kokami yang diperoleh dari data observasi dan wawancara.
Sedangkan angka-angka
hasil perhitungan yang diperoleh dengan pendekatan kuantitatif dalam penelitian
ini digunakan untuk mengetahui besarnya persentase aktivitas dan peningkatan
hasil belajar siswa dengan menggunakan pembelajaran berbasis masalah dengan
media kokami.
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas (PTK),
adalah suatu penyelidikan atau kajian secara sistematis dan terencana untuk
memperbaiki dengan jalan mengadakan perbaikan atau perubahan dan mempelajari
akibat yang ditimbulkannya. Esensi penelitian tindakan terletak pada adanya
tindakan praktisi dalam situasi yang alami untuk memecahkan
permasalahan-permasalahan praktis atau meningkatkan kualitas praktis (Hobri,
2007:2). PTK memiliki karateristik
sebagai berikut: 1) bersifat kolaboratif, 2) berfokus pada problem praktis, 3)
penekanan pada pengembangan profesional, dan memerlukan adanya struktur proyek.
Penelitian ini
meggunakan dua siklus. Hal ini direncanakan agar dalam proses belajar mengajar
diharapkan hasil belajar dapat mencapai peningkatan dan aktivitas siswa bisa menjadi lebih baik. Siklus
pertama dilakukan sebagai acuan refleksi terhadap pelaksanaan siklus kedua,
sedangkan siklus kedua dilakukan untuk meyakinkan hasil penelitian yang telah
dilakukan dan untuk membuktikan bahwa pelajaran dapat digunakan dalam indikator
yang berbeda dalam materi yang sama.
Model skema yang
digunakan dalam penelitian ini adalah model Hopkins yaitu model skema yang
terdiri dari tahap perencanaan, tindakan, observasi dan refleksi. Berdasarkan
model skema Hopkins dikembangkan desain penelitian seperti gambar dibawah ini:
|
![]() |

|


|
Gambar 3.1 Model Penelitian Tindakan Kelas adaptasi dari
Kemmis dan
Mc Taggart (dalam Sukma, 2007:28).
3.5
Rencana
penelitian
Berdasarkan hasil kegiatan
identifikasi dan analisis masalah bekerjasama dengan teman sejawat dan
supervisor, kemudian diadakan rancangan perbaikan pembelajaran sesuai dengan
tujuan perbaikan yang telah ditetapkan. Dengan demikian penulis akan melaksanakan
perbaikan pembelajaran Matematika dengan kompetensi dasar penggunaan perkalian
cara susun untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam memahami perkalian dalam
mata pelajaran matematika.
Untuk
melaksanakan penelitian, maka disusunlah penelitian secara umum yaitu :
1)
Menetapkan perencanaan, menentukan tujuan pembelajaran
dan tujuan perbaikan pembelajaran.
2)
Merancang lembar observasi dan menyampaikan materi
tindak lanjut.
3)
Menyusun kegiatan yang terdiri dari :
a). Memilih
bahan yang relevan untuk perbaikan
b). Menentukan
langkah pembelajaran (kegiatan awal, kegiatan inti, kegiatan akhir).
c). Memilih
metode pembelajaran
d). Memilih
alat peraga atau media yang sesuai dengan materi pembelajaran.
e). Menyusun
alat evaluasi untuk mencapai tujuan perbaikan.
Adapun jadwal pelaksanaan
perbaikan pembelajaran adalah sebagai berikut :
Tabel 3.1
Jadwal Pelaksanaan Penelitian
Mata Pelajaran Matematika
No.
|
Hari/
Tanggal
|
Mata
Pelajaran
|
Siklus
|
Materi
|
1.
|
Senin, 3
Agustus 2011
|
Matematika
|
I
|
Menjelaskan
operasi perkalian
|
2.
|
Kamis, 6
Agustus 2011
|
Matematika
|
II
|
Menjelaskan
operasi perkalian dengan cara susun
|
Adapun
langkah-langkah penelitian yang akan dilakukan sebagai berikut :
a. Siklus I
1.
Mengucapkan salam pembuka
2.
Mengkondisikan siswa
3.
Menyampaikan tujuan pembelajaran
4.
Melakukan apresiasi
5.
Menjelaskan materi pembelajaran
6.
Membagi siswa menjadi kelompok kesil setiap kelompok
terdiri dari dua orang siswa
7.
Membagi tugas kepada masing-masing kelompok kecil
8.
Kelompok kecil melakukan diskusi dengan waktu 5-15
menit
9.
Mengundang kelompok ke kelas kemudian setiap perwakilan
anggota kelompok mempresentasian hasilnya
10. Kelompok
lain memberikan komentar terhadap perwakilan anggota kelompok ang maju
11. Setiap
kelompok mengumpulkan hasil diskusi
12. Memberikan
kesempatan untuk bertanya tentang materi yang belum dipahami
13. Memberikan
tindak lanjut
14. Memberikan
penguatan terhadap hasil evaluasi
15. Mengucapkan
salam penutup
b. Siklus II
1.
Mengucapkan salam pembuka
2.
Mengkondisikan siswa
3.
Melakukan apresiasi
4.
Menjelaskan materi pembelajaran
5.
Membagi siswa menjadi kelompok kesil setiap kelompok
terdiri dari dua orang siswa
6.
Membagi tugas kepada masing-masing kelompok kecil
7.
Kelompok kecil melakukan diskusi dengan waktu 5-15
menit
8.
Mengundang kelompok ke kelas kemudian setiap perwakilan
anggota kelompok mempresentasian hasilnya
9.
Kelompok lain memberikan komentar terhadap perwakilan
anggota kelompok ang maju
10. Setiap
kelompok mengumpulkan hasil diskusi
11. Memberikan
kesempatan untuk bertanya tentang materi yang belum dipahami
12. Memberikan
tindak lanjut
13. Memberikan
penguatan terhadap hasil evaluasi
14. Mengucapkan
salam penutup
3.6
Refleksi
Refleksi dilakukan berdasarkan
hasil diskusi dengan teman sejawat setelah proses perbaikan pembelajaran siklus
I mata pelajaran Matematika selesai.
Sesuai dengan hasil yang diperoleh siswa
ternyata masih ada sebagian siswa yang belum mampu mamahami materi
sehingga dalam menjawab soal masih ada yang salah dengan kualifikasi dibawah
rata-rata, hal ini disebabkan oleh penyampaian materi guru yang terlalu cepat
dan kurangnya situasi tanya jawab yang diberikan guru. Dengan demikian pada
pelaksanaan perbaikan pembelajaran akan dilakukan pada siklus II.
Pada
siklus II guru memberikan materi yang efisien serta pemberian diskusi tanya
jawab antara siswa dengan guru sehingga terjadi komunikasi yang baik antara
siswa dan guru. Guru juga memberikan media sederhana yaitu media korak api yang
dapat membantui siswa dalam proses pembelajaran. Dengan demikian pada siklus II
terdapat hasil yang konsisten yaitu dilihat dari hasil evaluasi tidak terdapat
nilai yang kurang. Dengan demikian siklus ke II dinyatakan berhasil membangkitkan
semangat siswa sehingga tidak diperlukan tahapan siklus selanjutnya.
3.7 Prosedur
Penelitian
Penelitin ini menggunakan desain
penelitian tindakan kelasyang terdiri dari dua siklus. Setiap siklus terdiri
dari beberapa tahapan yaitu tahap perencanaan, tindakan, observasi dan
refleksi. Jika pada siklus I sudah mencapai ketuntasan hasil belajar maka
siklus II tidak perlu dilakukan.
3.8 Analisis
Data
Analisis data merupakan usaha
(proses) memilih, memilah, membuang dan menggolongkan data untuk mejawab dua
permasalahan pokok, yaitu: 1. Tema apa yang dapat ditemukan pada data-data ini
dan (2) seberapa jauh data-data ini dapat meyokong tema tersebut (Sukidin dkk.,
2002:111). Penelitian ini akan menggunakan analisis deskriptif kualitatif dan kuantitatif. Analisis data
kualitatif dalam penelitian ini adalah analisis data yang diperoleh dari hasil
observasi dan wawancara sedangkan analisis data kuantitatif diperoleh dari
hasil tes belajar siswa.
Data yang akan dianalasis dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui persentase peningkatan
ketuntasan hasil belajar siswa dalam materi pokok masalah-masalah sosial. Persentase peningkatan ketuntasan hasil
belajar siswa dapat dilihat
dari perolehan skor siswa setelah mengikuti pembelajaran matematika pada pokok bahasan perkalian bilangan cacah
dengan menggunakan media lidi melalui rumus sebagai
berikut:
|
Keterangan
:
P = Persentase ketuntasan hasil belajar
siswa
n = Jumlah
siswa yang tuntas belajar
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di kelas
II MIN Yehsumbul, maka diperoleh data yang menunjukan aktivitas siswa dalam
proses pembelajaran. Selain dari itu terdapat beberapa hasil pembelajaran yang
diperoleh setelah penulis melakukan penelitian. Adapun hasil dari penelitian
mata pelajaran matematika di kelas II MIN Yehsumbul dapat dilihat pada tebel
berikut :
Tabel 4.1
Rekapitulasi Nilai Perbaikan Pembelajaran Siklus I
No.
|
Nama Siswa
|
Nilai Sesudah Perbaikan
|
1.
|
Amat Mustakim
|
5
|
2.
|
Ayu Astuti
|
5
|
3.
|
Anwar Rizal
|
6
|
4.
|
Ahmad Kelvin
|
5
|
5.
|
Dio Saputra
|
6
|
6.
|
Dela Sagita
|
5
|
7.
|
Diki Ferdian
|
7
|
8.
|
Devi Aprilia
|
8
|
9.
|
Fika Nurkumala
|
6
|
10.
|
Fajar Nurul Fitri
|
5
|
11.
|
Firda Maulida
|
5
|
12.
|
Hilda Amalia
|
5
|
13.
|
Linda Hatifah
|
6
|
14.
|
Linda Amalia
|
5
|
15.
|
M. Faruq Zidni
|
5
|
16.
|
M. Sulthon Maulana
|
6
|
17.
|
Mas Sultan
|
5
|
18.
|
Novi Rofiqoh
|
8
|
19.
|
Putri Agustin Kusuma D
|
5
|
20.
|
Siti Holifah
|
6
|
21.
|
Rifki Rahman
|
6
|
22.
|
Renaldi Akbar
|
5
|
23.
|
Sandy Arobby
|
5
|
24.
|
Sabna Husniawati
|
6
|
Jumlah
|
136
|
|
Rata-rata
|
5,6
|
Tabel 4.2
Analisi Kategori Evaluasi Siklus I
Kategori
|
Jumlah Siswa
|
Persen ( % )
|
1. Baik
|
3 orang
|
3/24 x 100
= 12,5
|
2. Sedang
|
8 orang
|
8/24 x
100 = 33,33
|
3. Kurang
|
13 orang
|
13/24 x
100 = 54,17
|
Tampak pada ananalisis kategori di atas bahwa
nilai yang berkategori baik baru mencapai 12,5 %. Itu artinya sebagian kecil
pada siklus ke I sudah lebih meningkat dari pada sebelum adanya perbaikan
pembelajaran.
Meskipun demikian, siswa yang berkategori
kurang masih dalam poses terbanyak yaitu sebesar 54,17 % dan yang berkategori
sedang sebanyak 33,33%. Itu akhirnya pada siklus ke II jumlah siswa yang
berkategori sedang dan kurang harus mengalami penurunan.
Setelah permasalahan utama yang menjadi focus
perbaikan dalam mata pelajaran Matematika, penulis mencoba memperbaiki terhadap
proses pembelajaran serta meminta bantuan kepada teman sejawat untuk
mengidentifikasi factor penyebab rendahnya tingkat penguasaan terhadap materi
pelajaran yang disampaikan. Dan akhirnya dari hasil refleksi dan diskusi dengan
teman sejawat ditemukan beberapa penyebab, antara lain adalah sebagai berikut :
1.
Guru terlalu cepat dalam mencapaikan pembelajaran.
2.
Guru kurang menguasai dalam penggunaan alat pera.ga.
3.
Guru kurang menyampaikan tujuan pembelajaran.
4.
Guru kurang memberikan penguatan kepada siswa.
5.
Tidak adanya diskusi antara siswa dan guru
Tabel 4.3
Rekapitulasi
Nilai Perbaikan Pembelajaran Siklus II
No.
|
Nama Siswa
|
Nilai Sesudah Perbaikan
|
1.
|
Amat Mustakim
|
8
|
2.
|
Ayu Astuti
|
8
|
3.
|
Anwar Rizal
|
8
|
4.
|
Ahmad Kelvin
|
7
|
5.
|
Dio Saputra
|
8
|
6.
|
Dela Sagita
|
8
|
7.
|
Diki Ferdian
|
9
|
8.
|
Devi Aprilia
|
9
|
9.
|
Fika Nurkumala
|
9
|
10.
|
Fajar Nurul Fitri
|
7
|
11.
|
Firda Maulida
|
9
|
12.
|
Hilda Amalia
|
7
|
13.
|
Linda Hatifah
|
8
|
14.
|
Linda Amalia
|
7
|
15.
|
M. Faruq Zidni
|
8
|
16.
|
M. Sulthon Maulana
|
9
|
17.
|
Mas Sultan
|
9
|
18.
|
Novi Rofiqoh
|
9
|
19.
|
Putri Agustin Kusuma D
|
8
|
20.
|
Siti Holifah
|
8
|
21.
|
Rifki Rahman
|
9
|
22.
|
Renaldi Akbar
|
9
|
23.
|
Sandy Arobby
|
8
|
24.
|
Sabna Husniawati
|
8
|
Jumlah
|
197
|
|
Rata-rata
|
8,21
|
Tabel 4.4
Analisi Kategori Evaluasi Siklus II
Kategori
|
Jumlah Siswa
|
Persen ( % )
|
1. Baik
|
20 orang
|
20/24 x 100 =
83,33
|
2. Sedang
|
4 orang
|
4/24 x 100
= 16,67
|
3. Kurang
|
-
|
-
|
Tampak pada analisis kategori diatas bahwa nilai yang
berkategori baik jauh lebih banyak dan mengalami kenaikan prestasi yang cukup
signifikanyaitu mencapai 83,33%. Itu artinya pada siklus ke II sudah menunjukan
tingkat keberhasilan proses pembelajaran dengan hal ini maka cukup hanya sampai
siklus II karena sampai tahap ini tingkat keberhasilan belajar sudah tercapai.
Selanjutnya siswa yang mendapatkan kategori sedang terdapat 16,67%. Hal ini
jel;as terliha bahwa prestasi siswa sedang mengalami penurunan yang signifikan.
Setelah permasalahan utama pada perbaikan pembelajaran
pada siklus I dan II dilaksanakan, penulis merasa puas dengan meningkatnya
nilai siswa pada pelaksanaan perbaikan pembelajaran pada siklus ke II dilihat
dari kategori sedang yang mengalami penurunan serta tidak terdapatnya siswa
yang mendapat nilai kurang.
4.2 Temuan dan Refleksi
Berdasarkan
hasil diskusi dengan teman sejawat, pembelajaran yang sudah dilaksanakan sudah
ada kemajuan. Adapun temuan dan refleksi dari hasil penelitian adalah sebagai
berikut :
1). Siklus I
Telah
terjadi hasil peningkatan hasil belajar dari evaluasi sebelumnya, hal ini
terbukti dengan hasil evaluasi dengan rincian sebagai berikut :
- Nilai 10 :
Tidak ada
- Nilai
9 : Tidak ada
- Nilai 8 : 2 orang siswa
- Nilai 7 : 1 orang siswa
- Nilai 6 : 8 orang siswa
- Nilai 5 : 13 orang siswa
Dengan demikian bisa
terlihat pada tahapan siklus I yang menunjukan bahwa kenaikan hasil evaluasi
siswa belum terlalu terlihat signifikan, tetapi apabila dibandingkan pada
sebelum ada perbaikan masih dapat dikategorikan lebih baik dari sebelumnya
karena pada siklus I tidak terdapat nilai dibawah 4 ke bawah. Dengan demikian
menunjukan bahwa perbaikan pembelajaran belum signifikan tetapi sudah
menunjukan sedikit perubahan kearah yang lebih baik dengan kualifikasi baik
12,5 %, sedang 33,33 % dan kurang 54,17 %. Dengan demikian penulis mencoba pada
tahapan selanjutnya yaitu di tahap siklus II.
2). Siklus II
Telah
terjadi hasil peningkatan hasil belajar, hal ini terbukti dengan hasil evaluasi
dengan rincian sebagai berikut :
- Nilai 10 :
Tidak ada
- Nilai 9 : 9 orang siswa
- Nilai 8 : 11 orang siswa
- Nilai 7 : 4 orang siswa
- Nilai 6 Ke bawah : Tidak ada
Dengan
demikian terjadi perubahan yang sangat signifikan antara hasil dari penelitian
siklus II, dimana pada siklus II terdapat hasil evaluasi yang dapat
dikategorikan baik. Dengan demikian penelitian sudah dapat dikatakan berhasil
pada siklus II serta tidak ada tahapan siklus selanjutnya karena pada siklus II
sudah dapat dikategorikan baik dengan hasil evaluasi 83,33 % siswa dengan hasil
kategori baik dan 16,67 % siswa dengan kategori hasil evaluasi sedang.
4.3 Pembahasan
Berdasarkan temuan data yang diperoleh dari proses perbaikan
pembelajaran yang dilaksanakan terbukti menunjukan ada perubahan belajar siswa
yang signifikan dari perkembangan siswa dengan adanya upaya dan desain serta
metode pembelajaran yang diupayakan pada setiap siklusnya.
Hal ini terbukti dengan hasil yang tampak dari kemajuan yang
dialami oleh masing-masing siswa yang semakin meningkat dilihat dari
rekapitulasi nilai perbaikan pembelajaran.
Tabel 4.9
Rekapitulasi Nilai Perbaikan Pembelajaran Siklus I dan II
No.
|
Nama
Siswa
|
Nilai
Sesudah Perbaikan
|
|
Siklus
I
|
Siklus
II
|
||
1.
|
Amat Mustakim
|
5
|
9
|
2.
|
Ayu Astuti
|
5
|
8
|
3.
|
Anwar Rizal
|
6
|
7
|
4.
|
Ahmad Kelvin
|
5
|
8
|
5.
|
Dio Saputra
|
6
|
8
|
6.
|
Dela Sagita
|
5
|
8
|
7.
|
Diki Ferdian
|
7
|
8
|
8.
|
Devi Aprilia
|
8
|
7
|
9.
|
Fika Nurkumala
|
6
|
9
|
10.
|
Fajar Nurul Fitri
|
5
|
8
|
11.
|
Firda Maulida
|
5
|
9
|
12.
|
Hilda Amalia
|
5
|
9
|
13.
|
Linda Hatifah
|
6
|
9
|
14.
|
Linda Amalia
|
5
|
8
|
15.
|
M. Faruq Zidni
|
5
|
9
|
16.
|
M. Sulthon Maulana
|
6
|
8
|
17.
|
Mas Sultan
|
5
|
9
|
18.
|
Novi Rofiqoh
|
8
|
8
|
19.
|
Putri Agustin Kusuma D
|
5
|
8
|
20.
|
Siti Holifah
|
6
|
9
|
21.
|
Rifki Rahman
|
6
|
8
|
22.
|
Renaldi Akbar
|
5
|
8
|
23.
|
Sandy Arobby
|
5
|
9
|
24.
|
Sabna Husniawati
|
6
|
8
|
Jumlah
|
136
|
197
|
|
Rata-Rata
|
5,6
|
8,21
|
Pelaksanaan proses
perbaikan yang telah dilaksanakan pada Mata Pelajaran Matematika tentang
penggunaan perkalian cara susun untuk meningkatkan pemahaman siswa terhadap
perkalian. Dengan demikian penulis menggunakan metode cara susun dengan
menggunakan media korek api yang dijadikan alat Bantu untuk proses penjumlahan
bilangan dalam teknik perkalian cara susun.
Pada tahapan pertama
terdapat sedikit kenaikan hasil pembelajaran, hal ini didasarkan oleh
penyampaian guru yang terlalu cepat dan kurang adanya system diskusi antara
siswa dengan guru. Oleh sebab itu tahapan pertama yaitu pada siklus I hanya
sedikit mengalami kenaikan serta belum begitui signifikan.
Setelah melakukan
berbagai diskusi dengan teman sejawat, maka penulis mencoba mendesain pola
pembelajaran yang lebih kreatif yaitu disamping menggunakan media teknik cara
susun dalam penyampaian materi perkalian dalam proses pembelajaran, penulis
juga menggunakan system diskusi tanya jawab dengan mencoba uji keberanian
terhadap siswa. Dengan demikian penulis
mendapatkan hasil temuan yaitu meningkatnya tingkat hasil belajar siswa, maka
dari itu proses penelitian penulis cukupkan pada siklus II karena pada siklus
ini hasil belajar siswa sudah didapatkan dengan hasil yang baik. Untuk lebih
jelasnya kita dapat melihat grafik 4.1
analisis kategori evaluasi siklus I dan II

grafik 4.1 analisis kategori evaluasi siklus
I dan II
Kita
juga dapat melihat grafik 4.2 Rata-rata
hasil evaluasi siswa siklus I dan II untuk mengetahu peningkatan rata-rata
dari hasil evaluasi belajar siswa dari siklus I ke siklus II

4.2
Rata-rata hasil evaluasi siswa siklus I dan II
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
1.1 Kesimpulan
Dari hasil pengolahan dan analisis
data, maka dari hasil perbaikan pembelajaran telah dilaksanakan dapat ditarik
kesimpulan yaitu sebagai berikut : Proses penyamapain pembelajaran matematika
harus didasarkan pada penguasaan konsep serta pemberian alat Bantu bagi siswa.
Dengan demikian alat Bantu tersebut bisa digunakan pada saat proses belajar
mengajar sehingga dapat menjadikan bahan untuk meningkatkan frekuensi hasil
belajar. Maka dari itu guru harus mampu menciptakan desain pembelajaran yang
dapat diterima oleh siswa.
1.2 Saran
Dengan
mengacu terhadap kesimpulan, maka dari itu penulis dapat memberikan saran yaitu
sebagai berikut : Dalam menyampaikan proses pembelajaran guru sebaiknya tidak
terlalu cepat dalam menjelaskan materi pembelajaran. Selanjutnya harus
memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya. Dengan demikian siswa bisa
lebih berani dan mampu untuk menerima materi yang disajikan.
Kami menyediakan Jasa Bimbingan Juga Ratusan contoh PTK PTS Lengkap sebagai referensi. Juga CD PTK dan Media Pembelajarannya. Untuk Pemesanan Bisa hubungi 085797510051 dan WA 085220275400
BalasHapus