Kamis, 17 Oktober 2013

PTK MATEMATIKA Kelas II




Metode Buzz Group disertai Media Lidi Sebagai Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas IIB Pokok Bahasan Perkalian pada bilangan cacah di MIN Yehsumbul Tahun Pelajaran 2012-2013 

BAB I

PENDAHULUAN

1.1        Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan suatu cara pembentukan kemampuan manusia untuk menggunakan akal fikiran/rasional mereka sebagai jawaban dalam menghadapi berbagai masalah yang timbul dimasa yang akan datang. Pendidikan juga merupakan usaha sadar yang sengaja dirancang untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Salah satu tujuan pendidikan yaitu untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Melalui pendidikan yang baik, kita akan mudah mengikuti perkembangan jaman dimasa yang akan datang, khususnya perkembangan dalam bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK).
Usaha yang dilakukan pemerintah dalam meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia, khususnya pendidikan matematika di sekolah sudah banyak dilakukan. Salah satunya dengan perubahan kurikulum serta melalui kelengkapan sarana dan prasarana pendidikan. Namun, sampai saat ini mutu pendidikan di Indonesia masih belum mendapatkan hasil yang memuaskan, baik ditinjau dari proses pembelajarannya maupun hasil belajar siswanya.
Matematika merupakan ilmu yang mendasari perkembangan teknologi modern. Selain itu, matematika merupakan sarana berpikir dalam menentukan sekaligus mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi, mempunyai peran penting dalam berbagai macam disiplin, dan dapat memajukan daya pikir manusia. Untuk mencipta dan menguasai teknologi dimasa depan, diperlukan penguasaan matematika yang kuat sedini mungkin. Mata pelajaran matematika diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analistis, sistematis, kritis, kreatif dan kemampuan bekerja sama (Depdiknas, 2006:93).
Namun demikian matematika dianggap sebagai pelajaran yang sangat sulit dipahami karena selalu berkaitan dengan angka rumus. Hal tersebut menjadi penyebab rendahnya hasil belajar matematika. Pernyataan tersebut didukung dari kenyataan yang ada dilapangan yang menunjukkan bahwa hasil belajar matematika di MIN Yehsumbul tergolong rendah bila dibandingkan dengan mata pelajaran yang lainnya.
Berdasarkan hasil observasi, rendahnya nilai hasil belajar siswa di MIN Yehsumbul disebabkan oleh beberapa faktor antara lain; metode pembelajaran yang diterapkan di sekolah masih bersifat konvensional dan penggunaan alat peraga/media jarang sekali digunakan, sehingga pemahaman terhadap konsep matematika sulit dicerna. Siswa kurang dilibatkan dalam proses pembelajaran dan cenderung pasif, terbukti dalam kegiatan belajar siswa selalu diam saja ketika mendapatkan kesulitan dalam belajar, siswa selalu menunggu guru untuk diberikan contoh-contoh soal dan cara pengerjaannya yang benar tanpa mencoba berpikir untuk menggali dan membangun idenya sendiri, siswa tidak pernah mengajukan pertanyaan yang dianggap kurang dimengerti dan siswa tidak berani menjawab pertanyaan serta mempresentasikan jawaban di depan kelas. Karena itu metode ini lebih baik jika diubah dengan metode yang melibatkan siswa secara aktif dalam proses belajar mengajar yang produktif.
Menurut informasi yang diberikan oleh guru di MIN Yehsumbul khususnya kelas IIB, terdapat permasalahan yang dihadapi oleh siswa yaitu kurangnya kemampuan siswa dalam memecahkan masalah matematika pada perkalian bilangan cacah. Terlihat dalam mengerjakan soal, siswa tidak mengerti apa yang harus dilakukan untuk menghitung perkalian dengan cara yang lebih mudah,  tidak bisa merencanakan bagaimana cara menyelesaikan (menemukan pola atau rumus matematika), menyelesaikan  rencana (mengerjakan jawaban), dan memeriksa kembali jawaban yang telah diperoleh. Pernyataan tersebut didukung pula pada hasil nilai ulangan harian siswa pada perkalian pada bilangan cacah, yaitu dari 24 siswa, hanya 11 siswa tuntas belajar (sesuai SKM yaitu ≥ 60), sedangkan 13 siswa tidak tuntas belajar. Jadi prosentase ketuntasan belajar siswa di kelas IIB yaitu siswa yang tuntas belajar sekitar 45,83% dan yang tidak tuntas belajar sekitar 54,17 %. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada table di bawah ini:

Table 1.1 nilai ulangan awal observasi
Siswa
Nilai
Jumlah siswa
Persentase
Siswa yang tuntas belajar
≥ 60
11
45,83 %
Siswa yang tidak tuntas belajar
˂ 60
13
54,17 %
Jumlah
24
100

Alasan pemilihan pembelajaran menggunakan metode Buzz Group dengan media gambar dimaksudkan untuk membandingkan interpretasi dan informasi pengetahuan yang diperoleh masing-masing siswa, agar dapat saling aktif dalam memperbaiki pengertian, persepsi, informasi, dan intresprestasi, sehingga dapat menghindarkan kekeliruan dan miskonsepsi dalam menerima materi pelajaran. Sedangkan guru lebih berperan sebagai organisator, sehingga dalam pembelajaran ini memungkinkan para siswa semakin aktif dan interaktif.
Dalam proses belajar mengajar kehadiran media mempunyai arti yang sangat penting karena media dapat membangkitkan keinginan dan minat yang baru, membangkitkan motivasi dan rangsangan kegiatan belajar dan bahkan membawa pengaruh-pengaruh psikologi terhadap siswa. Oleh karena itu, diperlukan media atau alat peraga agar siswa dapat menguasai konsep perkalian pada bilangan cacah. Media lidi merupakan media sederhana yang mudah didapat, mudah dibawa dan tersedia disekitar siswa. Dengan menggunakan media lidi siswa akan lebih mudah memhami konsep perkalian pada bilangan cacah.
Berdasarkan penelitian diatas, maka penelitian ini diberi judul “Metode Buzz Group disertai Media Lidi Sebagai Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas IIB Pokok Bahasan Perkalian pada bilangan cacah di MIN Yehsumbul Tahun Pelajaran 2012-2013”.        
 
1.2  Rumusan Masalah
1.               Apakah penggunaan metode Buzz group dengan media lidi dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas IIB pokok bahasan perkalian pada bilangan cacah di MIN Yehsumbul tahun pelajaran 2012-2013?

1.3  Tujuan Penelitian
1.      Untuk meningkatan hasil belajar  mata pelajaran matematika pada siswa kelas IIB di MIN Yehsumbul  pokok bahasan  perkalia pada bilangan cacah menggunakan metode Buzz Group disertai media lidi.
.
1.4  Manfaat Penelitian
               Adapun manfaat dari Penelitian Tindakan Kelas ini adalah sebagai berikut :
a.        Berdasarkan penelitian yang dilakukan maka dapat memberikan pengalaman baru bagi penulis, serta dapat meningkatkan pengetahuan dalam mengatasi masalah pembelajaran khususnya Matematika, sehingga pengalaman ini dapat didesain sedemikian rupa sehingga dapat diterapkan pada Mata Pelajaran lain.
b.       Bagi Kepala Sekolah dan Guru, dapat dijadikan media motivasi untuk dapat dilaksanakan di sekolah di tempat bekerja yaitu di MIN Yehsumbul, dalam rangka meningkatkan kualitas pembelajaran.
c.        Bagi siswa, dapat memberikan kesan bahwa belajar matematika itu mudah dan menyenangkan serta dapat memberikan wawasan materi pembelajaran.
Bagi pembaca, dapat dijadikan rujukan atau bahan pembelajaran dalam upaya melaksanakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK).


BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1  Kajian Pembelajaran Matematika
Pembelajaran mempunyai kata dasar belajar yang mempunyai arti belajar merupakan suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Perubahan sebagai hasil dari proses belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk, seperti perubahan pengetahuan, pemahaman, tingkah laku, keterampilan, kebiasaan serta perubahan aspek-aspek yang ada pada diri individu yang sedang belajar (Masrinawatie, 2007:18). Menurut Gagne, belajar didefinisikan sebagai suatu proses dimana suatu organisme berubah perilakunya akibat suatu pengalaman (dalam Setyawan, 2009:1). Pembelajaran adalah proses yang diselenggarakan oleh guru untuk membelajarkan siswa dalam belajar, bagaimana belajar memperoleh dan memproses pengetahuan, keterampilan dan sikap (Dimyati dan Mudjiono, 2002:157). Dari beberapa pendapat di atas maka dapat diambil kesimpulan bahwa pembelajaran harus berpusat pada kegiatan siswa belajar dan bukan berpusat pada kegiatan guru mengajar.
Matematika adalah pengetahuan atau ilmu mengenai logika dan problem-problem numerik. Selajutnya juga dikatakan bahwa matematika merupakan bahan kajian yang memiliki objek abstrak dan dibangun melalui proses penalaran deduktif, yaitu kebenaran suatu konsep diperoleh sebagai akibat logis dari kebenaran sebelumnya sudah ditrima, sehingga keterkaitan antar konsep dalam matematika bersifat sangat kuat dan jelas (Depdiknas, 2003).
Pembelajaran matematika yaitu proses yang disengaja dirancang dengan tujuan untuk menciptakan suasana lingkungan (kelas/sekolah) yang memungkinkan kegiatan siswa belajar matematika di sekolah (Hawa, 2007:38). Berdasarkan penjelasan di atas dapat dikatakan bahwa pembelajaran matematika merupakan suatu kegiatan interaksi antara guru dan siswa dalam mentransfer ilmu dan pengetahuan mengenai logika dan problem numerik yang memiliki objek abstrak dan dibangun sebagai akibat logis dari kebenaran sebelumnya.
 Adapun tujuan  pelajaran matematika di Sekolah Dasar atau Madrasah Ibtidiyah agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut :
1.    Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien dan tepat dalam pemecahan masalah.
2.    Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.
3.    Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh.
4.    Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.
5.    Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajaro matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah (Depdiknas, 2006).
Dalam pembelajaran matematika umumnya pendekatan yang digunakan lebih bersifat konseptual, artinya guru lebih menekankan konsep-konsep dalam matematika. Sedangkan strategi, teknik, metode dan media lebih bersifat operasional. Pembelajaran matematika tidak terlepas dari kegiatan atau aktifitas belajar siswa. Melalui aktifitas tersebut di harapkan dapat meningkatkan pengalaman dan hasil belajar siswa sehingga proses pembelajaran akan lebih bermakna.
Paradigma pembelajaran saat ini telah berkembang dari pembelajaran yang berpusat pada guru ke pembelajaran yang berpusat pada siswa, termasuk pembelajaran matematika. Pelaksanaan pembelajaran harus dilaksanakan dengan sebuah pendekatan yang tepat. Untuk mendukung proses pembelajaran yang sesuai dengan perubahan paradigma baru tersebut, dibutuhkan pengembangan pembelajaran dengan sebuah pendekatan yang berfokus pada kegiatan siswa. Penggunan metode Buzz Group merupakan salah satu alternatif untuk membantu siswa menyelesaikan soal matematika yang berkaitan dengan perkalian bilangan cacah. .
                       .
2.2  Srtategi Belajar Mengajar
               Secara umum strategi mempunyai pengertian suatu garis-garis besar haluan untuk bertindak dalam usaha mencapai sasaran yang telah ditentukan. Dihubungkan dengan belajar mengajar, strategi bisa diartikan sebagai pola-pola umum kegiatan guru dan anak didik dalam mewujudkan kegiatan belajar mengajar untuk mencapai tujuan yang telah digariskan.         
               Menurut Newman dan Logan, dalam bukunya yang berjudul Strategy Policy and Central Management(1971 : 8), strategi dasar dari setiap usaha akan mencakup keempat hal sbb :
a.         Mengidentifikasi dan menetapkan spesifikasi dan kualifikasi hasil seperti apa yang harus dicapai dan menjadi sasaran usaha itu yang sesuai dengan aspirasi dan selera masyarakat.
b.         Mempertimbangkan dan memilih jalan pendekatan utama manakah yang dipandang paling efektif guna mencapai sasaran tersebut.
c.         Mempertimbangkan dan menetapkan langkah-langkah apa saja yang akan ditempuh untuk mencapai sasaran tersebut.
d.         Mempertimbangkan dan menetapkan kriteria dan patokan ukuran yang harus dipergunakan untuk mengukur dan menilai taraf keberhasilan usaha tersebut.
Melihat paparan tersebut di atas, maka strategi belajar mengajar dapat disimpulkan sebagi suatu proses upaya untuk melaksanakan proses pembelajaran dengan baik. Dengan demikian tidak lepas dari peran serta guru dan siswa dalam proses belajar mengajar. Guru harus mampu memberikan suatu metode yang cepat dan tepat sehingga dengan cepat siswa akan menangkap hasil pembelajaran yang disampaikan.

2.3  Metode Pembelajaran  
            Metode sebagai salah satu komponen pembelajaran, menempati peran yang tidak kalah pentingnya dari komponen lainnya dalam kegiatan belajar mengajar. Tidak ada satupun kegiatan belajar mengajar yang tidak menggunakan metode pembelajaran. Ini berarti guru memahami benar kedudukan metode sebagai alat motivasi ekstrinsik dalam kegiatan belajar mengajar. Motivasi ekstrinsik menurut Sardiman, A.M (1987) adalah motif-motif yang aktif dan berfungsi, karena adanya perangsang dari luar. Karena itu, metode berfungsi sebagai alat perangsang dari luar yang dapat membangkitkan motivasi belajar seseorang (Djamarah, 1996:83).
            Metode mengajar merupakan suatu pengetahuan tentang cara-cara mengajar yang dipergunakan guru dalam proses belajar mengajar dikelas. Menurut (Sudjana, 2002:56) metode mengajar adalah cara atau petunjuk tentang apa yang dikerjakan serta kegiatan-kegiatan guru dalam proses belajar mengajar. Hasibuan (1995:3) mendefinisikan metode mengajar sebagai salah satu cara pelaksanaan suatu strategi belajar dalam penyampaian materi untuk mencapai tujuan yang diharapkan.  Berdasarkan tiga pendapat tersebut, pengertian metode pembelajaran adalah suatu cara yang digunakan guru dalam menyampaikan materi pelajaran untuk mencapai tujuan yang diharapkan.
Salah satu tugas utama guru adalah mengajar, maka setiap guru dituntut untuk memiliki kompetensi mengajar yaitu memiliki pemahaman dan penerapan berbagai metode pembelajaran. Macam-macam metode pembelajaran yang dikenal dalam dunia pendidikan, menurut Moedjiono dan Dimyati (1992:28-29) ada beberapa metode pembelajaran yang dapat dipilih guru dalam proses belajar mengajar antara lain :
a.       Metode ceramah
b.      Metode tanya jawab
c.       Metode kerja kelompok
d.      Metode pemberian tugas
e.       Metode demonstrasi
f.       Metode eksperimen
g.      Metode simulasi
h.      Metode penemuan
i.        Metode pengajaran
j.        Metode diskusi
Berdasarkan beberapa macam metode di atas metode yang akan diterapkan dalam penelitian ini adalah metode diskusi kelompok, yang selanjutnya dikenal dengan metode Buzz Group, karena dapat menciptakan suasana yang menyenangkan, menghemat waktu dan memberikan variasi kegiatan belajar.

2.4 Metode Buzz Group
Metode Buzz Group adalah suatu jenis diskusi kelompok kecil yang beranggotakan 3-4 orang yang bertemu secara bersama-sama membicarakan suatu topik yang sebelumnya telah dibicarakan secara klasikal (Moejdiono dan Dimyati, 1992:54).
Berdasarkan pendapat diatas, metode diskusi Buzz Group adalah metode pengajaran yang dilakukan pada saat sedang atau akhir pelajaran berlangsung dengan maksud menajamkan, memperjelas materi dan menjawab pertanyaan-pertanyaan, sehingga informasi pengetahuan dan konsep yang disampaikan guru dapat diterima siswa dengan persepsi yang sama. Penggunaan metode Buzz Group dimaksudkan untuk membandingkan interpretasi, informasi pengetahuan dan konsep yang diperoleh masing-masing siswa agar dapat saling memperbaiki komponen pengetahuan tersebutuntuk menghindarkan kekeliruan dan miskonsepsi dalam menerima materi pelajaran.
Setiap metode pembelajaran mempunyai keunggulan dan kekurangan, menurut Moedjiono dan Dimyati (1992) menyatakan bahwa keunggulan dan kekurangan metode Buzz Group adalah :
a.       Keunggulan metode diskusi Buzz Group antara lain mendorong individu yang malu-malu untuk memberikan sumbangan pemikiran, menciptakan suasana yang menyenangkan, menghemat waktu, memungkinkan pembagian tugas kepemimpinan, memberikan variasi kegiatan belajar, dan dapat digunakan bersama metode lain.
b.      Kekurangan metode Buzz Group adalah tidak ada waktu persiapan yang cukup, tidak akan berhasil jika anggota kelompok terdiri dari individu yang tidak tahu apa-apa dan mungkin diskusi akan berputar-putar.
Dalam hal ini, guru membentuk kelompok 2 orang karena dengan 2 orang akan lebih efektif dan meningkatkan hubungan kerjasama yang baik.

2.4.1 Sintakmatik Model
Menurut Sudjana (2005:123), langkah-langkah pelaksanaan metode Buzz Group adalah sebagai berikut:
1.      Guru menyampaikan materi secara umum dengan ceramah secara klasikal, kemudian menentukan masalah atau topik yang akan didiskusikan.
2.      Guru membagi kelas menjadi beberapa kelompok kecil yang beranggotakan 2 siswa. Setiap kelompok menunjuk juru bicara (pelapor) yang merupakan wakil dari kelompok untuk mempresentasikan hasil diskusinya. Setiap kelompok mengerakan masalah yang sama.
3.      Guru membagikan tugas kepada masing-masing siswa sesuai dengan kelompoknya dan menjelaskan tentang tugas kelompok yang harus dilakukan, kemudian menentukan batas waktu untuk mengerjakan tugas kelompok.
4.      Kelompok-kelompok kecil berdidskusi untuk membahas masalah yang telah ditentukan (5-15 menit). Selama kegiatan ini, guru mengunjungi setiap kelompok untuk mengetaui adakah kesulitan dalam memecahkan permasalahan.
5.      Apabiala waktu yang ditentukan selesai, guru mengundang kelompok- kelompok kecil untuk berkumpul kembali dalam satu kelas, kemudian wakil dari kelompok-kelompok kecil tersebut secara bergiliran menyampaikan diskusinya kedepan kelas.
6.      Setiap peserta didik diminta untuk mengomentari hasil diskusi yang disampaikan oleh kelompok-kelompok kecil tersebut.
7.      Setiap kelompok kecil mengumpulkan hasil dari diskusi.

2.4.2 Sistem Sosial
Metode Buzz Group bersifat aktif. Sisw dituntut aktif bekerjasama menyelesaikan soal yang diberikan oleh guru, untuk memperoleh nilai yang terbaik. Siswa mempunyai tanggung jawab masing-masing untuk mengerjakan soal yang diberikan. Setiap kelompok mengadakan kerjasam diharapkan dapat meningkatkan kebersamaan. Guru hendaknya sebagai pembimbing bersikap terbuka, ramah, dan sabar.

2.4.3 Prinsip Reaksi
Guru menanamkan konsep terlebih dahulu pada anak, dengan menyampaikan informasi-informasi yang sesuai dengan materi ajar. Selanjutnya guru membentuk kelompok dan membimbing siswa dalam mengerjakan tugas. Guru menilai hasil kerja siswa secara objektif sehingga menimbulkan kepuasan bagi siswa.

2.5  Media Pembelajaran
Kata media merupakan bentuk jamak dari medium. Kata itu berasal dari bahasa latin “medius” yang artinya tengah. Dalam kamus bahasa Indonesia, kata medium artinya antara. Secara harfiah kata media berarti perantara atau pengantar. Lebih khusus, pengertian media dalam proses belajar mengajar cenderung diartikan sebagai alat-alat grafis, photografis, atau elektronis untuk menangkap, memproses, dan menyusun kembali informasi visual atau verbal (Arsyad, 2006:3)
Dalam  Sadiman dkk (1996: 6) beberapa ahli dan  organisasi telah memberikan batasan mengenai pengertian media ini, yaitu antara lain:
-        AECT membatasi media sebagai segala bentuk dan saluran yang digunakan orang untuk menyalurkan pesan/informasi.
-        Gagne (1970) mengatakan bahwa media adalah berbagai jenis komponen dalam lingkungan siswa yang dapat merangsangnya untuk belajar.
-        Briggs (1970) berpendapat bahwa media adalah segala alat fisik yang dapat menyajikan pesan serta merangsang siswa untuk belajar.
-        NEA mengatakan bahwa media adalah bentuk-bentuk komunikasi baik tercetak mauun audiovisual serta peralatannya.

Menurut Rohani (1997:3) media adalah segala sesuatu yang dapat diindra yang berfungsi sebagai perantara/sarana/alat untuk memproses komunikasi (proses belajar mengajar). Sedangkan menurut Sadiman dkk (1996: 6) media adalah perantara atau pengantar pesan dari pengirim ke penerima pesan. Dari beberapa pendapat di atas dapat diambil kesimpulan bahwa media adalah segala sesuatu yang dapat menyalurkan informasi dari sumber informasi kepada penerima informasi.
Apabila media itu membawa pesan-pesan atau informasi yang bertujuan intruksional atau mengandung maksud-maksud pengajaran maka media itu disebut media pembelajaran (Arsyad, 2006:4). Penggunaan media dalam pembelajaran dapat membantu guru dalam menyampaikan materi pelajaran kepada siswa sehingga siswa dapat menerima materi tersebut dengan mudah. Ditegaskan oleh Danim (1994:7) media pendidikan (pembelajaran) merupakan alat bantu atau pelengkap yang digunakan oleh guru atau pendidik dalam rangka berkomunikasi dengan siswa atau peserta didik. Dengan adanya media pembelajaran diharapkan proses belajar mengajar menjadi lebih efisien.
Menurut Rohani (1997:4), media intruksional edukatif (pembelajaran)  adalah sarana komunikasi dalam proses belajar mengajar yang berupa perangkat keras maupun perangkat lunak untuk mencapai proses dan hasil intruksional secara efektif dan efisien, serta tujuan intruksional dapat dicapai dengan mudah. Sedangkan media pendidikan (pembelajaran) menurut Hamalik (1980:23) adalah alat, metode dan teknik yang digunakan dalam rangka lebih mengefektifkan komunikasi dan interaksi antara guru dengan siswa dalam proses pendidikan dan pengajaran di sekolah. Cukup jelas bahwa media pembelajaran merupakan dasar yang sangat diperlukan dalam proses pembelajaran dan dapat menentukan keberhasilan dalam proses belajar mengajar.
Berdasarkan beberapa penjelasan media pembelajaran di atas, dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran adalah suatu alat, bahan ataupun berbagai macam komponen yang digunakan dalam kegiatan belajar mengajar untuk menyampaikan pesan dari pemberi pesan (guru) kepada penerima pesan (siswa) untuk memudahkan penerima pesan  menerima suatu konsep (materi). Media pembelajaran memiliki peranan penting dalam strategi penyampaian pengajaran untuk pencapaian hasil belajar yang baik.

2.6  Media Lidi
Media pendidikan ternyata sangat beragam. Dari yang sangat sederhana, yang dipungut dari barang bekas sampai yang canggih, hasil buatan atau produksi pabrik khusus yang mendesainalat permainan untuk anak. Menurut (Setiawan, Denny. Dkk:2009) untuk memilih secara tepat media sederhana dari bahan-bahan bekas . maka sebaiknya kita menggunakan pedoman berikut ini:
1)            Pilihlah media yang bisa dibuat sendiri oleh siswa atau sekelompok siswa
2)            Kembangkan media yang berfungsi sebagai media untuk kelompok
3)            Ciptakan media yang bisa meningkatkan konsentrasi siswa
4)            Permainan untuk siswa sekolah dasar sangat banyak variasinya.
Dari uraian tersebut diatas, maka peneliti menggunakan media lidi untuk membantu siswa dalam menghitung perkalian bilangan cacah.  Media lidi adalah salah satu alat yang sangat sederhana untuk menghitung suatu penjumlahan atau perkalian, karena sangat sederhananya media ini hanya biasanya digunakan untuk penjumlahan ataupun perkalian dengan bilangan-bilangan sederhana(kecil) Media ini biasanya digunakan oleh siswa kelas I dan II. Media ini biasanya dibuat dari bambu seperti lidi dan dipotong dengan ukuran ukuran panjang 7 cm.

2.7 Hasil Belajar
Belajar dan mengajar merupakan dua konsep yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Suatu proses belajar mengajar dikatakan berhasil atau tidak, dapat dilihat dari hasil belajar yang diperoleh sesudah melakukan kegiatan belajar. Dimyati dan Mudjiono (1994:4) menyatakan bahwa hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Sedangkan menurut Sudjana (2002:49) hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah dia menerima pengalaman belajarnya.
Dari hasil belajar dapat diketahui ketuntasan belajar dalam pembelajaran yang telah dilaksanakan. Adapun kriteria ketuntasan belajar siswa pada mata pelajaran matematika disesuaikan dengan kriteria ketuntasan minimum (KKM) MIN Yehsumbul  adalah sebagai berikut:  
1.      Daya serap individu, seorang siswa dikatakan tuntas apabila telah mencapai nilai ≥ 60 % dari nilai maksimal 100.
Daya serap klasikal, suatu kelas dikatakan tuntas apabila terdapat minimal 60% siswa telah mencapai nilai ≥ 60


BAB III
PELAKSANAAN PENELITIAN

3.1  Tempat dan Waktu Penelitian
            Adapun kegiatan perbaikan pembelajaran ini dilaksanakan di kelas II MIN Yehsumbul Kec. Mendoyo Kab. Jembrana, mulai tanggal 3 Agustus  sampai dengan tanggal 15 Agustus 2011. Jadwal pelaksanaan perbaikan ini adalah sebagai berikut :
1)      Siklus I, Tanggal 3 Agustus  2013
2)      Siklus II, Tanggal 6 Agustus 2011
            Adapun karakteristik siswa kelas IIB MIN Yehsumbul diantaranya adalah jumlah siswa 24 orang yang terdiri dari 11 orang laki-laki dan 13 orang perempuan usia siswa rata-rata 7 – 8 tahun dengan keadaan ekonomi siswa sebagian besar tergolong ekonomi menengah kebawah dengan pekerjaan orang tuanya kebanyakan nelayan dan petani, tempat tinggal tidak jauh dari sekolah.

3.2  Subjek Penelitian
Subjek dari penelitian ini adalah siswa kelas IIB semester genap MIN Yehsumbl Tahun Pelajarn 2013/2014.

3.3  Definisi Operasional
1.               Metode Buzz Group
Metode Buzz Group adalah metode pengajaran yang dilakukan pada saat sedang atau akhir pelajaran berlangsung dengan maksud menajamkan, memperjelas materi dan menjawab pertanyaan-pertanyaan, sehingga informasi pengetahuan dan konsep yang disampaikan guru dapat diterima siswa dengan persepsi yang sama.
2.               Media Lidi
Media lidi adalah salah satu alat yang sangat sederhana untuk menghitung suatu penjumlahan atau perkalian, karena sangat sederhananya media ini hanya biasanya digunakan untuk penjumlahan ataupun perkalian dengan bilangan-bilangan sederhana(kecil).

3.               Hasil Belajar
Yang dimaksud dengan hasil belajar dalam penelitian ini adalah skor yang diperoleh siswa pada mata pelajaran matematika setelah mengerjakan soal-soal pokok bahasan perkalian bilangan cacah.

3.4  Pendekatan dan Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Adapun ciri-ciri pendekatan kualitatif seperti yang dikemukakan Sudjana (1989:197) adalah sebagai berikut:
1.    Menggunakan lingkungan alamiah sebagai sumber data langsung.
2.    Bersifat deskripsi analitik karena data yang diperoleh tidak dituangkan dalam bentuk statistik, namun dalam bentuk kata-kata atau gambar.
3.    Lebih menekankan pada proses daripada hasil.
4.    Analisis data bersifat induktif karena penelitian ini tidak dimulai dari deduksi teori tetapi dari lapangan yaitu fakta empiris.
5.    Mengutamakan makna.
Pedekatan kualitatif dalam penelitian ini digunakan saat mengamati dan menganalisis kendala-kendala yang didapatkan dalam penerapan pembelajaran berbasis masalah dengan media kokami yang diperoleh dari data observasi dan wawancara.
Sedangkan angka-angka hasil perhitungan yang diperoleh dengan pendekatan kuantitatif dalam penelitian ini digunakan untuk mengetahui besarnya persentase aktivitas dan peningkatan hasil belajar siswa dengan menggunakan pembelajaran berbasis masalah dengan media kokami.
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas (PTK), adalah suatu penyelidikan atau kajian secara sistematis dan terencana untuk memperbaiki dengan jalan mengadakan perbaikan atau perubahan dan mempelajari akibat yang ditimbulkannya. Esensi penelitian tindakan terletak pada adanya tindakan praktisi dalam situasi yang alami untuk memecahkan permasalahan-permasalahan praktis atau meningkatkan kualitas praktis (Hobri, 2007:2). PTK memiliki  karateristik sebagai berikut: 1) bersifat kolaboratif, 2) berfokus pada problem praktis, 3) penekanan pada pengembangan profesional, dan memerlukan adanya struktur proyek.
Penelitian ini meggunakan dua siklus. Hal ini direncanakan agar dalam proses belajar mengajar diharapkan hasil belajar dapat mencapai peningkatan dan aktivitas siswa bisa menjadi lebih baik. Siklus pertama dilakukan sebagai acuan refleksi terhadap pelaksanaan siklus kedua, sedangkan siklus kedua dilakukan untuk meyakinkan hasil penelitian yang telah dilakukan dan untuk membuktikan bahwa pelajaran dapat digunakan dalam indikator yang berbeda dalam materi yang sama.
Model skema yang digunakan dalam penelitian ini adalah model Hopkins yaitu model skema yang terdiri dari tahap perencanaan, tindakan, observasi dan refleksi. Berdasarkan model skema Hopkins dikembangkan desain penelitian seperti gambar dibawah ini:
Tindakan Pendahuluan
 
 


 











Diamond: Tuntas belajar

                                             
Revisi Perencanaan
 
                                         tidak
 

                           

Stop pembelajaran
 
                                ya


Gambar 3.1 Model Penelitian Tindakan Kelas adaptasi dari Kemmis dan
Mc Taggart (dalam Sukma, 2007:28).

3.5        Rencana penelitian
          Berdasarkan hasil kegiatan identifikasi dan analisis masalah bekerjasama dengan teman sejawat dan supervisor, kemudian diadakan rancangan perbaikan pembelajaran sesuai dengan tujuan perbaikan yang telah ditetapkan. Dengan demikian penulis akan melaksanakan perbaikan pembelajaran Matematika dengan kompetensi dasar penggunaan perkalian cara susun untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam memahami perkalian dalam mata pelajaran matematika.
Untuk melaksanakan penelitian, maka disusunlah penelitian secara umum yaitu :
1)                  Menetapkan perencanaan, menentukan tujuan pembelajaran dan tujuan perbaikan pembelajaran.
2)                  Merancang lembar observasi dan menyampaikan materi tindak lanjut.
3)                  Menyusun kegiatan yang terdiri dari :
a).       Memilih bahan yang relevan untuk perbaikan
b).      Menentukan langkah pembelajaran (kegiatan awal, kegiatan inti, kegiatan akhir).
c).       Memilih metode pembelajaran
d).      Memilih alat peraga atau media yang sesuai dengan materi pembelajaran.
e).       Menyusun alat evaluasi untuk mencapai tujuan perbaikan.
                  Adapun jadwal pelaksanaan perbaikan pembelajaran adalah sebagai berikut :
Tabel 3.1
Jadwal Pelaksanaan Penelitian
Mata Pelajaran Matematika
No.
Hari/ Tanggal
Mata Pelajaran
Siklus
Materi
1.
Senin, 3 Agustus  2011
Matematika
I
Menjelaskan operasi perkalian
2.
Kamis, 6 Agustus 2011
Matematika
II
Menjelaskan operasi perkalian dengan cara susun



      Adapun langkah-langkah penelitian yang akan dilakukan sebagai berikut :
a. Siklus I
1.         Mengucapkan salam pembuka
2.         Mengkondisikan siswa
3.         Menyampaikan tujuan pembelajaran
4.         Melakukan apresiasi
5.         Menjelaskan materi pembelajaran
6.         Membagi siswa menjadi kelompok kesil setiap kelompok terdiri dari dua orang siswa
7.         Membagi tugas kepada masing-masing kelompok kecil
8.         Kelompok kecil melakukan diskusi dengan waktu 5-15 menit
9.         Mengundang kelompok ke kelas kemudian setiap perwakilan anggota kelompok mempresentasian hasilnya
10.     Kelompok lain memberikan komentar terhadap perwakilan anggota kelompok ang maju
11.     Setiap kelompok mengumpulkan hasil diskusi
12.     Memberikan kesempatan untuk bertanya tentang materi yang belum dipahami
13.     Memberikan tindak lanjut
14.     Memberikan penguatan terhadap hasil evaluasi
15.     Mengucapkan salam penutup

b. Siklus II
1.         Mengucapkan salam pembuka
2.         Mengkondisikan siswa
3.         Melakukan apresiasi
4.         Menjelaskan materi pembelajaran
5.         Membagi siswa menjadi kelompok kesil setiap kelompok terdiri dari dua orang siswa
6.         Membagi tugas kepada masing-masing kelompok kecil
7.         Kelompok kecil melakukan diskusi dengan waktu 5-15 menit
8.         Mengundang kelompok ke kelas kemudian setiap perwakilan anggota kelompok mempresentasian hasilnya
9.         Kelompok lain memberikan komentar terhadap perwakilan anggota kelompok ang maju
10.     Setiap kelompok mengumpulkan hasil diskusi
11.     Memberikan kesempatan untuk bertanya tentang materi yang belum dipahami
12.     Memberikan tindak lanjut
13.     Memberikan penguatan terhadap hasil evaluasi
14.     Mengucapkan salam penutup

3.6  Refleksi
         Refleksi dilakukan berdasarkan hasil diskusi dengan teman sejawat setelah proses perbaikan pembelajaran siklus I mata pelajaran Matematika selesai.  Sesuai dengan hasil yang diperoleh siswa  ternyata masih ada sebagian siswa yang belum mampu mamahami materi sehingga dalam menjawab soal masih ada yang salah dengan kualifikasi dibawah rata-rata, hal ini disebabkan oleh penyampaian materi guru yang terlalu cepat dan kurangnya situasi tanya jawab yang diberikan guru. Dengan demikian pada pelaksanaan perbaikan pembelajaran akan dilakukan pada siklus II.
         Pada siklus II guru memberikan materi yang efisien serta pemberian diskusi tanya jawab antara siswa dengan guru sehingga terjadi komunikasi yang baik antara siswa dan guru. Guru juga memberikan media sederhana yaitu media korak api yang dapat membantui siswa dalam proses pembelajaran. Dengan demikian pada siklus II terdapat hasil yang konsisten yaitu dilihat dari hasil evaluasi tidak terdapat nilai yang kurang. Dengan demikian siklus ke II dinyatakan berhasil membangkitkan semangat siswa sehingga tidak diperlukan tahapan siklus selanjutnya.

3.7  Prosedur Penelitian
            Penelitin ini menggunakan desain penelitian tindakan kelasyang terdiri dari dua siklus. Setiap siklus terdiri dari beberapa tahapan yaitu tahap perencanaan, tindakan, observasi dan refleksi. Jika pada siklus I sudah mencapai ketuntasan hasil belajar maka siklus II tidak perlu dilakukan.


3.8 Analisis Data
Analisis data merupakan usaha (proses) memilih, memilah, membuang dan menggolongkan data untuk mejawab dua permasalahan pokok, yaitu: 1. Tema apa yang dapat ditemukan pada data-data ini dan (2) seberapa jauh data-data ini dapat meyokong tema tersebut (Sukidin dkk., 2002:111). Penelitian ini akan menggunakan analisis deskriptif kualitatif dan kuantitatif. Analisis data kualitatif dalam penelitian ini adalah analisis data yang diperoleh dari hasil observasi dan wawancara sedangkan analisis data kuantitatif diperoleh dari hasil tes belajar siswa.
Data yang akan dianalasis dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui persentase peningkatan ketuntasan hasil belajar siswa dalam materi pokok masalah-masalah sosial. Persentase peningkatan ketuntasan hasil belajar siswa dapat dilihat dari perolehan skor siswa setelah mengikuti pembelajaran matematika  pada pokok bahasan perkalian bilangan cacah dengan menggunakan media lidi melalui rumus sebagai berikut:



  P =   n x 100%
          N                            

 
 




            Keterangan :
P =   Persentase ketuntasan hasil belajar siswa
n =  Jumlah siswa yang tuntas belajar


BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1  Hasil Penelitian
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di kelas II MIN Yehsumbul, maka diperoleh data yang menunjukan aktivitas siswa dalam proses pembelajaran. Selain dari itu terdapat beberapa hasil pembelajaran yang diperoleh setelah penulis melakukan penelitian. Adapun hasil dari penelitian mata pelajaran matematika di kelas II MIN Yehsumbul dapat dilihat pada tebel berikut :
Tabel 4.1
Rekapitulasi Nilai Perbaikan Pembelajaran Siklus I

No.
Nama Siswa
Nilai Sesudah Perbaikan
1.
  Amat Mustakim
5
2.
Ayu Astuti
5
3.
Anwar Rizal
6
4.
Ahmad Kelvin
5
5.
Dio Saputra
6
6.
Dela Sagita
5
7.
Diki Ferdian
7
8.
Devi Aprilia
8
9.
Fika Nurkumala
6
10.
Fajar Nurul Fitri
5
11.
Firda Maulida
5
12.
Hilda Amalia
5
13.
Linda Hatifah
6
14.
Linda Amalia
5
15.
M. Faruq Zidni
5
16.
M. Sulthon Maulana
6
17.
Mas Sultan
5
18.
Novi Rofiqoh
8
19.
Putri Agustin Kusuma D
5
20.
Siti Holifah
6
21.
Rifki Rahman
6
22.
Renaldi Akbar
5
23.
Sandy Arobby
5
24.
Sabna Husniawati
6
Jumlah
136
Rata-rata
5,6


Tabel 4.2
Analisi Kategori Evaluasi Siklus I
Kategori
Jumlah Siswa
Persen ( % )
            1. Baik
3 orang
3/24   x 100   =   12,5
2. Sedang
8 orang
8/24 x 100     =   33,33
3. Kurang
13 orang
13/24 x 100   =   54,17

                        Tampak pada ananalisis kategori di atas bahwa nilai yang berkategori baik baru mencapai 12,5 %. Itu artinya sebagian kecil pada siklus ke I sudah lebih meningkat dari pada sebelum adanya perbaikan pembelajaran.
                        Meskipun demikian, siswa yang berkategori kurang masih dalam poses terbanyak yaitu sebesar 54,17 % dan yang berkategori sedang sebanyak 33,33%. Itu akhirnya pada siklus ke II jumlah siswa yang berkategori sedang dan kurang harus mengalami penurunan.
                        Setelah permasalahan utama yang menjadi focus perbaikan dalam mata pelajaran Matematika, penulis mencoba memperbaiki terhadap proses pembelajaran serta meminta bantuan kepada teman sejawat untuk mengidentifikasi factor penyebab rendahnya tingkat penguasaan terhadap materi pelajaran yang disampaikan. Dan akhirnya dari hasil refleksi dan diskusi dengan teman sejawat ditemukan beberapa penyebab, antara lain adalah sebagai berikut :
1.      Guru terlalu cepat dalam mencapaikan pembelajaran.
2.      Guru kurang menguasai dalam penggunaan alat pera.ga.
3.      Guru kurang menyampaikan tujuan pembelajaran.
4.      Guru kurang memberikan penguatan kepada siswa.
5.      Tidak adanya diskusi antara siswa dan guru

Tabel 4.3
Rekapitulasi Nilai Perbaikan Pembelajaran Siklus II
No.
Nama Siswa
Nilai Sesudah Perbaikan
1.
                     Amat Mustakim
8
2.
Ayu Astuti
8
3.
Anwar Rizal
8
4.
Ahmad Kelvin
7
5.
Dio Saputra
8
6.
Dela Sagita
8
7.
Diki Ferdian
9
8.
Devi Aprilia
9
9.
Fika Nurkumala
9
10.
Fajar Nurul Fitri
7
11.
Firda Maulida
9
12.
Hilda Amalia
7
13.
Linda Hatifah
8
14.
Linda Amalia
7
15.
M. Faruq Zidni
8
16.
M. Sulthon Maulana
9
17.
Mas Sultan
9
18.
Novi Rofiqoh
9
19.
Putri Agustin Kusuma D
8
20.
Siti Holifah
8
21.
Rifki Rahman
9
22.
Renaldi Akbar
9
23.
Sandy Arobby
8
24.
Sabna Husniawati
8
Jumlah
197
Rata-rata
8,21


Tabel 4.4
Analisi Kategori Evaluasi Siklus II
Kategori
Jumlah Siswa
Persen ( % )
            1. Baik
20 orang
20/24 x 100    =   83,33
2. Sedang
4 orang
4/24   x 100    =   16,67
3. Kurang
-
-


Tampak pada analisis kategori diatas bahwa nilai yang berkategori baik jauh lebih banyak dan mengalami kenaikan prestasi yang cukup signifikanyaitu mencapai 83,33%. Itu artinya pada siklus ke II sudah menunjukan tingkat keberhasilan proses pembelajaran dengan hal ini maka cukup hanya sampai siklus II karena sampai tahap ini tingkat keberhasilan belajar sudah tercapai. Selanjutnya siswa yang mendapatkan kategori sedang terdapat 16,67%. Hal ini jel;as terliha bahwa prestasi siswa sedang mengalami penurunan yang signifikan.
Setelah permasalahan utama pada perbaikan pembelajaran pada siklus I dan II dilaksanakan, penulis merasa puas dengan meningkatnya nilai siswa pada pelaksanaan perbaikan pembelajaran pada siklus ke II dilihat dari kategori sedang yang mengalami penurunan serta tidak terdapatnya siswa yang mendapat nilai kurang.


4.2  Temuan dan Refleksi
         Berdasarkan hasil diskusi dengan teman sejawat, pembelajaran yang sudah dilaksanakan sudah ada kemajuan. Adapun temuan dan refleksi dari hasil penelitian adalah sebagai berikut :
1). Siklus I
      Telah terjadi hasil peningkatan hasil belajar dari evaluasi sebelumnya, hal ini terbukti dengan hasil evaluasi dengan rincian sebagai berikut :
-     Nilai 10                      :            Tidak ada
-      Nilai 9                                    :           Tidak ada
-     Nilai 8                                    :           2 orang siswa
-      Nilai 7                                    :           1 orang siswa
-     Nilai 6                                    :           8 orang siswa
-     Nilai 5                                    :           13 orang siswa
Dengan demikian bisa terlihat pada tahapan siklus I yang menunjukan bahwa kenaikan hasil evaluasi siswa belum terlalu terlihat signifikan, tetapi apabila dibandingkan pada sebelum ada perbaikan masih dapat dikategorikan lebih baik dari sebelumnya karena pada siklus I tidak terdapat nilai dibawah 4 ke bawah. Dengan demikian menunjukan bahwa perbaikan pembelajaran belum signifikan tetapi sudah menunjukan sedikit perubahan kearah yang lebih baik dengan kualifikasi baik 12,5 %, sedang 33,33 % dan kurang 54,17 %. Dengan demikian penulis mencoba pada tahapan selanjutnya yaitu di tahap siklus II.

2). Siklus II
      Telah terjadi hasil peningkatan hasil belajar, hal ini terbukti dengan hasil evaluasi dengan rincian sebagai berikut :
-     Nilai 10                      :           Tidak ada
-     Nilai 9                         :           9 orang siswa
-     Nilai 8                                    :           11 orang siswa
-     Nilai 7                         :           4 orang siswa
-     Nilai 6 Ke bawah       :           Tidak ada
      Dengan demikian terjadi perubahan yang sangat signifikan antara hasil dari penelitian siklus II, dimana pada siklus II terdapat hasil evaluasi yang dapat dikategorikan baik. Dengan demikian penelitian sudah dapat dikatakan berhasil pada siklus II serta tidak ada tahapan siklus selanjutnya karena pada siklus II sudah dapat dikategorikan baik dengan hasil evaluasi 83,33 % siswa dengan hasil kategori baik dan 16,67 % siswa dengan kategori hasil evaluasi sedang.


4.3  Pembahasan
      Berdasarkan temuan data yang diperoleh dari proses perbaikan pembelajaran yang dilaksanakan terbukti menunjukan ada perubahan belajar siswa yang signifikan dari perkembangan siswa dengan adanya upaya dan desain serta metode pembelajaran yang diupayakan pada setiap siklusnya.
      Hal ini terbukti dengan hasil yang tampak dari kemajuan yang dialami oleh masing-masing siswa yang semakin meningkat dilihat dari rekapitulasi nilai perbaikan pembelajaran.

Tabel 4.9
Rekapitulasi Nilai Perbaikan Pembelajaran Siklus I dan II
No.
Nama Siswa
Nilai Sesudah Perbaikan
Siklus I
Siklus II
1.
Amat Mustakim
5
9
2.
Ayu Astuti
5
8
3.
Anwar Rizal
6
7
4.
Ahmad Kelvin
5
8
5.
Dio Saputra
6
8
6.
Dela Sagita
5
8
7.
Diki Ferdian
7
8
8.
Devi Aprilia
8
7
9.
Fika Nurkumala
6
9
10.
Fajar Nurul Fitri
5
8
11.
Firda Maulida
5
9
12.
Hilda Amalia
5
9
13.
Linda Hatifah
6
9
14.
Linda Amalia
5
8
15.
M. Faruq Zidni
5
9
16.
M. Sulthon Maulana
6
8
17.
Mas Sultan
5
9
18.
Novi Rofiqoh
8
8
19.
Putri Agustin Kusuma D
5
8
20.
Siti Holifah
6
9
21.
Rifki Rahman
6
8
22.
Renaldi Akbar
5
8
23.
Sandy Arobby
5
9
24.
Sabna Husniawati
6
8
Jumlah
136
197
Rata-Rata
5,6
8,21

Pelaksanaan proses perbaikan yang telah dilaksanakan pada Mata Pelajaran Matematika tentang penggunaan perkalian cara susun untuk meningkatkan pemahaman siswa terhadap perkalian. Dengan demikian penulis menggunakan metode cara susun dengan menggunakan media korek api yang dijadikan alat Bantu untuk proses penjumlahan bilangan dalam teknik perkalian cara susun.
Pada tahapan pertama terdapat sedikit kenaikan hasil pembelajaran, hal ini didasarkan oleh penyampaian guru yang terlalu cepat dan kurang adanya system diskusi antara siswa dengan guru. Oleh sebab itu tahapan pertama yaitu pada siklus I hanya sedikit mengalami kenaikan serta belum begitui signifikan.
Setelah melakukan berbagai diskusi dengan teman sejawat, maka penulis mencoba mendesain pola pembelajaran yang lebih kreatif yaitu disamping menggunakan media teknik cara susun dalam penyampaian materi perkalian dalam proses pembelajaran, penulis juga menggunakan system diskusi tanya jawab dengan mencoba uji keberanian terhadap siswa.  Dengan demikian penulis mendapatkan hasil temuan yaitu meningkatnya tingkat hasil belajar siswa, maka dari itu proses penelitian penulis cukupkan pada siklus II karena pada siklus ini hasil belajar siswa sudah didapatkan dengan hasil yang baik. Untuk lebih jelasnya kita dapat melihat grafik 4.1 analisis kategori evaluasi siklus I dan II
 
grafik 4.1 analisis kategori evaluasi siklus I dan II

            Kita juga dapat melihat grafik 4.2 Rata-rata hasil evaluasi siswa siklus I dan II untuk mengetahu peningkatan rata-rata dari hasil evaluasi belajar siswa dari siklus I ke siklus II
4.2 Rata-rata hasil evaluasi siswa siklus I dan II

 
BAB V 
KESIMPULAN DAN SARAN

1.1  Kesimpulan
         Dari hasil pengolahan dan analisis data, maka dari hasil perbaikan pembelajaran telah dilaksanakan dapat ditarik kesimpulan yaitu sebagai berikut : Proses penyamapain pembelajaran matematika harus didasarkan pada penguasaan konsep serta pemberian alat Bantu bagi siswa. Dengan demikian alat Bantu tersebut bisa digunakan pada saat proses belajar mengajar sehingga dapat menjadikan bahan untuk meningkatkan frekuensi hasil belajar. Maka dari itu guru harus mampu menciptakan desain pembelajaran yang dapat diterima oleh siswa.
     
1.2  Saran
                        Dengan mengacu terhadap kesimpulan, maka dari itu penulis dapat memberikan saran yaitu sebagai berikut : Dalam menyampaikan proses pembelajaran guru sebaiknya tidak terlalu cepat dalam menjelaskan materi pembelajaran. Selanjutnya harus memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya. Dengan demikian siswa bisa lebih berani dan mampu untuk menerima materi yang disajikan.

1 komentar:

  1. Kami menyediakan Jasa Bimbingan Juga Ratusan contoh PTK PTS Lengkap sebagai referensi. Juga CD PTK dan Media Pembelajarannya. Untuk Pemesanan Bisa hubungi 085797510051 dan WA 085220275400

    BalasHapus